KOMISI III DPR RI MEMINTA PROSES PEMILIHAN DUA ANGGOTA LPSK PENGGANTI DIHENTIKAN.
Perpres nomor 30 tahun 2009 yang menyebut pergantian antar waktu pimpinan LPSK – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban langsung ditetapkan Presiden mendapat perhatian anggota Komisi III DPR RI. “Perpres itu jelas bertentangan dengan UU nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban yang mengatur para calon harus melewati uji kepatutan dan kelayakan di DPR,” kata Trimedya Panjaitan anggota komisi III dalam Rapat Dengar Pendapat dengan pimpinan LPSK di gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (7/2/2011).
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam penjelasannya menyebut institusi yang dipimpinnya perlu segera mencari pengganti I Ktut Sudiharsa dan Myra Diarsi yang telah diberhentikan karena tersangkut kasus Anggodo Widjojo.
Perpres nomor 30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota LPSK tegas menyebut Presiden menetapkan anggota pengganti setelah menerima usulan dari ketua LPSK. “Kami sudah membentuk tim seleksi yang beranggotakan dua pejabat esselon I dari Kemenkumham dan Kemenpan serta tiga orang dari unsur publik,” tambahnya.
Ahmad Kurdi Moekri anggota komisi III dari fraksi P3 menyebut kondisi ini serius karena memiliki implikasi hukum. “Ada logika hukum yang tidak jalan, undang-undang jelas lebih tinggi dari pada perpres,”tekannya. Ia meminta Komisi III perlu menyikapi kondisi ini.
Setelah mendengar masukan dari peserta rapat, pimpinan sidang Fahri Hamzah akhirnya memutuskan akan meminta penjelasan dari menteri Hukum dan HAM. “Komisi III meminta LPSK menunda proses penggantian dua anggotanya sampai ada kejelasan dari Menkumham terkait Perpres tersebut,” imbuhnya.
Ia juga menambahkan DPR pada prinsipnya siap melakukan uji kepatutan dan kelayakan untuk mencari pengganti dua anggota LPSK tersebut.
Revisi UU no.13/2006.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut ketua LPSK juga memaparkan perkembangan proses penyusunan RUU revisi terhadap UU no. 13 tahun 2006. “Revisi ini penting untuk memperkuat independensi LPSK,” kata Haris.
Ia menggambarkan institusinya saat ini memiliki sekretaris setara dengan pejabat eselon II yang berada dibawah Sekretariat Negara. Ini menurutnya menyulitkan proses koordinasi dengan instansi lain, apalagi untuk membagun jaringan LPSK di daerah.
Upaya membangun independensi juga tersendat karena proses pengangkatan pegawai harus melewati Setneg. Sampai sekarang LPSK sebagian besar didukung oleh karyawan honorer dan 5 orang pejabat struktural. Menurut Haris sulit berharap dukungan sumber daya manusia dari instansi lain karena terbatasnya anggaran. “Sampai sekarang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan bagi Anggota LPSK belum disetujui pemerintah,” tambahnya.
Anggota Komisi III, Nasir Jamil menyayangkan kondisi yang dihadapi LPSK. Ia menyebut pemerintah dan DPR hanya bernafsu dalam membuat Lembaga Negara atau Badan baru, tetapi tidak berupaya mendukungnya. “Kalau kita tidak serius lebih baik bubarkan saja,” tandasnya. Bagi Nasir, penting untuk segera menggelar rapat koordinasi dengan Kemenkeu, Menkopolhukam, Menpan, Bappenas untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi LPSK.
Sementara itu Nudirman Munir anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar mendukung upaya revisi undang-undang no.13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. “Saya minta naskah akademiknya segera diserahkan untuk dapat dipelajari,” ujarnya.
Belum Pernah Bertemu Presiden
Fakta mengejutkan juga disampaikan oleh Abdul Haris Semendawai. “Sejak memulai tugas tahun 2008 lalu kami sudah berulang kali mengajukan permohonan bertemu Presiden, tetapi belum pernah terlaksana,” keluhnya. Baginya pertemuan itu penting, karena undang-undang tegas menyebut Lembaga yang dipimpinnya bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagi Fahri Hamzah yang juga Wakil Ketua Komisi III hal ini mengejutkan, karena LPSK merupakan lembaga pada awal kelahirannya sangat diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah dalam memberantas mafia hukum. “Apabila Presiden memberdayakan lembaga ini, akan semakin banyak whistle blower, para mafia yang menyampaikan pengakuan didepan LPSK karena yakin dilindungi,” tekannya. Ia menambahkan Satgas Mafia Hukum seharusnya mengingatkan hal ini kepada Presiden.
Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban - LPSK berakhir dengan 3 kesimpulan;
1. Komisi III DPR mendesak LPSK mengidentifikasi usulan yang dapat dilakukan DPR, sehingga DPR dapat mengundang dan mempertanyakan kepada lembaga terkait dalam masa sidang yang akan datang.
2. Komisi III DPR mendukung langkah LPSK untuk melakukan percepatan pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU no. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan menjadi agenda prioritas Program Legislasi Nasional tahun 2011.
3. Komisi III meminta LPSK untuk menunda penggantian dua anggota LPSK yang berdasarkan Perpres no. 30 tahun 2009 tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota LPSK yang dianggap bertentangan dengan UU no. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sampai ada kejelasan dari Menteri Hukum dan Ham terkait Perpres tersebut.
(iky)